Pura Mertha Sari

KETUA SUKA DUKA  BANJAR MERTASARI REMPOA

Sejarah Pura Merta Sari

Sejarah berdirinya Pura Merta Sari tidak terlepas dari sejarah perjuangan hidup umat Hindu merupakan suatu paguyuban yang beranggotan 26 KK Hindu (52 jiwa) di sekitar Kebayoran Lama dan sekitarnya, Ciputat serta Rempoa pada tahun 1974. Umat Hindu yang saat itu masih melakukan persembahyanan Purnama dan Tilem secara bergantian dari rumah warga, berkeinginan kuat untuk dapat memiliki suatu pura sebagai tempat persembahyangan bersama umat yang bertempat tinggal di di wilayah Kebayoran Lama dan sekitarnya. Para tokoh Paguyuban berupaya mencari suatu tempat atau lokasi untuk dapat dibangun sebuah pura.

Pada tahun 1975, umat Hindu yang tergabung dalam Paguyuban tersebut mengadakan pertemuan di rumah Bapak Agus Sumantri Manttik dan dihadiri 9 orang Tokoh diantaranya Made Gede, Wayan Wijana (Alm.), Made Wirya (Alm.), Nyoman Sulitra, Dewa Suarja (Alm.), Dewa Rapim (Alm.) Made Mantik (Alm.), Cepog Suradnya, dan Wiswa Dewa (Alm.). Dari hasil pertemuan tersebut, 9 tokoh ini sepakat untuk membentuk Tempek Kebayoran Lama dan Sekitarnya dengan berasaskan suka-duka, sosial, kekeluargaan dan gotong-royong dan menunjuk Bapak I Ketut Suwara SH. (Alm.) sebagai Ketua Tempek. Tempek Kebayoran Lama dan Sekitarnya ini terbentuk tepat pada hari Minggu Pahing Wuku Julungwangi, tanggal 26 Januari 1975 dan bergabung dengan Banjar Jakarta Selatan.

Dengan terbentuknya Tempek, keinginan untuk memiliki pura makin menguat dan usaha untuk merintis pembangunan pura dimulai. Diera kepemimpinan bapak I Wayan Metra SH. sebagai Ketua Tempek, dan pada saat itu juga Bapak Drs. Ketut Sarka menghibahkan tanah seluas 500m2 untuk dapat digunakan sebagai lokasi pura. Pembangunan masih belum dapat dilakukan karena luas tanah masih belum mencukupi. Kemudian Bapak Drs. Agus Sumatri Mantik kuga menghibahkan tanah seluas 500m2 sehingga luas tanah yang tersedia sebagai lokasi pembangunan pura menjadi 1000m2 dan pembangunan pura mulai direncanakan. Panitia Pembangunan Pura kemudian dibentuk sebagai koordinator pembangunan pura. Peletakan batu pertama pembangunan pura dilakukan pada tanggal 31 Januari 1982 oleh Ida Pedanda Istri Wayan Sidemen. Pada waktu pembangunan pura tersebut, karena jalan keluar pura cukup sempit, yaitu 2 meter maka tanah hibah pura seluas 160 m2 dipergunakan untuk memperlebar Jl. Kenikir. Sarana Pura yang dibangun pada saat itu adalah:

  1. Padmasana yaitu merupakan tempat Pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
  2. Ratu Nglurah yaitu merupakan sarana tempat pemujaan Ratu Nglurah merupakan pelinggih sebagai pengawal Ista Dewata (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).
  3. Taman Sari yaitu merupakan sarana tempat pesucian para Dewata yang merupakan sinar suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
  4. Bale Pepelik yaitu merupakan tempat paruman Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
  5. Kori Agung yaitu pintu gerbang utama untuk memasuki ruang Utama Mandala (tempat yang disucikan).
  6. Bale Kulkul yaitu sebuah bangunan untuk menempatkan sarana kulkul sakral (kentongan) sebagai sarana dalam pelaksanaan upacara keagamaan.
  7. Dan balai tempat persiapan upacara sebuah bangunan yang dipergunakan untuk menyiapkan semua sarana upacara keagamaan yang bersifat suci.

Pembangunan Pura Tahap I memakan waktu 2 tahun dan tepat pada Purnama Sasih Sadha tanggal 24 Mei 1984 dilakukan peresmian Pura melalui upacara melaspas alit yang disaksikan oleh Bapak Camat Ciputat mewakili Bupati KDH Tingkat II Tangerang dan Ketua SDHD Banjar Jakarta Selatan bapak Drs. IGN Putera Astaman. Selanjutnya pada tanggal 14 Juni 1984 dilakukan Ngenteg Linggih Purnama Sasih Sadha dan sebagai manggala upacara adalah Ida Pedanda Istri Wayan Sidemen. Ngenteg Linggih merupakan ritual yang sangat sakral khusunya bagi kalangan umat Hindu di Indonesia, yang ditujukan untuk mengentegkan (menstanakan) Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Upakara yang bersifat Utamaning Utama merupakan suatu rangkaian upacara yang harus tertata rapi sehingga segala sesuatunya yang berkaitan dengan persiapan karya ini dapat berjalan dengan baik dan lancar, diliputi oleh suasana beribadah yang khusyuk.

Pemilihan nama Merta Sari diawali dengan menyalakan tiga lilin dan lilin tersebut ditaruh ditas dulang dihadapan Padmasana sambil bermeditasi dengan memberikan nama yang berbeda, lilin satu (1) dengan nama: Sekar Sari oleh Pedanda Istri Wayan Sideman, lilin kedua (2) dengan Nama: Bakti Merta oleh I Wayan Cepog Suradnya BA dan lilin ketiga (3) dengan nama: Merta Sari oleh I Made Wirya, berdasarkan Hari Piodalan atau Pujawali sepenuhnya diwahyukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui kekuatan spiritual atau Niskala kepada I Made Wirya dengan nama Merta Sari yang telah diwahyukan ini menurut I Made Wirya mempunyai filosofis yang sangat mendalam dan dikukuhkah menjadi nama Pura Merta Sari. Kata Merta Sari adalah umatnya yaitu umat Hindu Dharma yang berperan sebagai pengempon, pemelihara sekaligus penyungsung. Kata Merta Sari menyatakan kesempurnaan dan kesejahteraan atau berkah Ida Panembahan sane melinggih iriki di Pura Merta Sari, siapa saja yang ngaturangayah dan mengabdi dengan tulus ikhlas pasti akan memperoleh hal yang positif. Demikian pula Hari Piodalan atau Pujawali yang jatuh pada Purnama Sasih Sadha merupakan wahyu Ida Panembahan Hyang Agung sane melinggih di Pura Merta Sari. Latar belakang tanah lahan pura ini adalah tanah persawahan yang merupakan tempat sthana Ida Sanghyang Wisnu sebagai dewa yang memberikan kesuburan, dan di tempat inilah akan diciptakan kesuburan untuk umat Hindu.

Pada tahun 1984, setelah pembangunan tahap pertama Pura Merta Sari ini terwujud, semakin membangkitkan semangat umat yang diketuai Drs I Ketut Sarka (Alm.) dalam melanjutkan pembangunan ke tahap berikutnya. Skala prioritas pembangunan yang dijalankan secara terencana dan bertahap mampu meningkatkan partisipasi umat Hindu baik dalam dukungan fisik maupun dalam dukungan dana. Penggalian dana dilaksanakan dengan berbagai cara salah satunya melalui para donatur.

Seiring dengan perkembangan jumlah umat, area pura diperluas dengan pembelian tanah dari Bapak Nengah Kembar seluas 430 m² pada tanggal 27 Desember 1995. Kemudian pada tanggal 7 Agustus 1997 dilakukan pembangunan Sarana dan Prasarana Pura Merta Sari tahap II yang meliputi:

  1. Pembangunan Wantilan yaitu bangunan yang dipergunakan untuk pertemuan umat dalam rangka pembicaraan keagamaan dan persiapan upacara keagamaan.
  2. Ruang untuk penyimpanan perlengkapan pura yaitu sebuah ruangan yang dipergunakan untuk menyimpan sarana dan prasarana upacara keagamaan yang bersifat suci. Candi masuk sebelah barat pura Merupakan pintu gerbang sarana keluar masuknya umat (warga) yang hendak bersembahyang maupun kegiatan lainnya.
  3. Tempok penyengker yaitu sebuah bangunan berupa tembok yang mengelilingi bangunan pura agar bangunan pura tidak mudah diganggu dan sebagai pembatas daerah-daerah yang disucikan.
  4. Bale pertemuan atau Bale Banjar yaitu sebuah sarana tempat pertemuan umat untuk berbagai keperluan sosial.
  5. Tempat parkir.

Pada tanggal 30 Desember 1997, area Pura kembali diperluas dengan melakukan pembelian tanah dari Bapak Wayan Punduh seluas 250 m². Kemudian pada tahun 1998 dilakukan pembangunan Wantilan (Bale Banjar tempat pertemuan umat) di Jaba pura atau bagian luar bangunan suci pura.

Pada tahun 2003 dengan partisipasi warga dilakukan pembangunan Gedung Pasraman untuk menampung kegiatan belajar mengajar Agama Hindu. Pada tanggal 10 Juni 2013 dengan partisipasi warga dengan para donatur mulai dilakukan perbaikan atau pemugaran Padmasana, Bale Papelik, Pelinggih Ratu Nglurah dan Pelinggih Taman Sari. Peresmian dilakukan oleh Walikota Kota Tangerang Selatan, Hj. Airin Rachmi Diany, SH., MH. pada tanggal 15 Juni 2014.

Pada era bapak Nyoman Sarya sebagai Ketua Banjar Merta Sari, dilakukan pembangunan bale kulkul, bale pesantian dan tempat beji (panglukatan).

Karena adanya pemekaran wilayah, Tempek Kebayoran Lama dan Sekitarnya kemudian melepaskan diri dari Banjar Jakarta Selatan untuk masuk dalam cakupan Provinsi Banten dan berubah nama menjadi Banjar Merta Sari Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010.

Pura Merta Sari secara Geografis berlokasi di Jalan Kenikir No. 20, RT. 06/RW. 09, Rengas, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten Indonesia. Pura Merta Sari dengan sarana Dan prasarananya berada pada lahan seluas 1.740 m².

Pura : Pura Mertasari  Rempoa
    Alamat : Jln Kenikir no 20 , Desa Rengas, Ciputat Timur, Tanggerang Selatan, Tlp: 021 7421161
    Web site,  http://mertasarirempoa.org
    Email : wayan@pertamina.com