Pura Parahyangan Jagat Guru

Sejarah Singkat Pura Parahyangan Jagat Guru 

Pura adalah tempat suci umat Hindu untuk menunaikan ibadah dalam upaya meningkatkan dan memantapkan sraddha dan bhakti umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Pura juga berfungsi sebagai sarana/ tempat pembinaan umat untuk mempererat persaudaraan sesama umat Hindu apapun latar belakang etnisnya. Selain itu, Pura juga berfungsi memajukan pendidikan, seni dan budaya serta ekonomi dengan membentuk unit-unit usaha yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan umat dan operasional Pura.

Dengan berdirinya sebuah Pura, umat Hindu akan lebih dekat mengenal sesama umat di sekitarnya. Sebagai sarana pendidikan dan sosial kegamaan, maka seseorang dapat mengenal dan memahami aktivitas ritual dan seni sakral yang berlangsung secara periodik di pura tersebut, demikian pula sebagai sarana pendidikan, sangat berguna untuk memajukan pendidikan agama Hindu, utamanya pendidikan yang bersifat spiritual.

Pembangunan sebuah pura, mengamanatkan orang-orang untuk senantiasa berbuat baik dan benar serta hidup suci, yang akan mengantarkannya mencapai kehidupan di sorga kelak dikemudian hari. Sorga dan moksa dapat juga dicapai dalam kehidupan ini (mukti), bila seseorang tekun melakukan praktek sadhana dan hidup suci seperti melalui meditasi yang tekun dan sungguh-sungguh.

Untuk mendekatkan umat manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, para Dewata, roh suci para Rsi Agung dan roh suci leluhur, maka berdasarkan petunjuk para Rsi Agung, Kitab Suci Veda dan Susastra Hindu lainnya,  umat Hindu membuat bentuk tiruan (replica) sorga tersebut dan diturunkan atau dibuat di bumi ini. Bentuk tiruan sorga tersebut adalah berupa pura yang di dalamnya terdapat aneka bangunan suci atau palinggih, sebagai sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, para Dewata, roh suci para Rsi Agung dan roh suci leluhur. Oleh karena itu, setelah Pura dibangun harus segera disucikan dan difungsikan, diantaranya dengan upacara atau ritual Ngenteg Linggih untuk memantapkan serta menyucikan sthana-Nya.

Proses pembangunan Parahyangan Jagat Guru dimulai sejak terbitnya Keputusan Bupati Tangerang tentang Ijin Mendirikan Bangunan untuk mendirikan tempat Ibadah (Pura). pada tanggal 25 Agustus 2009, Parahyangan Jagat Guru dibangun di atas lahan fasos-fasum Bumi Serpong Damai (BSD) melalui Pemerintah Kabupaten Tangerang berupa lahan seluas 2.200 m2 di Nusa Loka, Sektor 14.6, Bumi Serpong Damai, Desa Rawa Mekar, Kecamatan Serpong.

Sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi di lapangan serta atas dasar kesepakatan para sesepuh/ Tokoh Umat dan petunjuk dari Ida Peranda Nabe Putra Sidemen maka rencana maket atau rencana gambar bangunan banyak mengalami perubahan dan penyesuaian.

Kondisi pembangunan yang telah terselesaikan hingga saat ini yakni bangunan suci di Mandala Utama berupa Padmasana dengan ketinggian 11 meter, Bale Pawedan, Bale Pepelik, Ratu Ngerurah, Taman Sari dan Bale Kulkul, Bale Gita, Kuri Agung/Pemedal dengan Pengapit Lawangnya serta tembok penyengker dengan Paduraksanya telah terselesaikan.

Agar seluruh bangunan suci Pura Parahyangan Jagat Guru dapat terpenuhi maka pembanguan seperti: Dapur Suci dan Bale Pesandekan Umat akan terus dilakukan secara bertahap, termasuk  bangunan pendukung, yaitu  Gedung Serba Guna/ Wantilan Banjar Tangerang Selatan serta Gedung Pasraman dengan luas 240 m2  berlantai 3 yang belum rampung 100% namun telah dapat dipergunakan untuk proses belajar mengajar bagi anak2 Pasraman serta pertemuan dan pelatihan juga dapat diselenggarakan dengan fasilitas yang sudah cukup memadai.

Persiapan Nangun Yadnya.

Dasar ajaran agama Hindu terdiri dari filsafattata susila, dan upakara. Ketiga dasar pokok ajaran tersebut merupakan kesatuan yang saling mengisi, menyempurnakan pelaksanaan hidup sehari-hari masyarakat Hindu di Bali. Hidup dan kehidupan masyarakat Bali selalu berkaitan dengan Yadnya. Umat Hindu Bali umumnya dipengaruhi upakara (Ritual). Namun demikian, menghayati filsafat dan susila agama sangat perlu, guna meningkatkan penghayatan terhadap makna Yadnya, untuk memupuk kesadaran yang lebih tinggi dan mulia dalam hidup bermasyarakat serta bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maupun para leluhur.

Setiap persembahan (upakara/yadnya) yang dilaksanakan oleh umat Hindu, dari tingkat yang paling kecil hingga tingkat yang paling besar (nista, madya, utama), selalu berdasarkan ajaran Weda dan berpijak pada sastra agama.  Dalam Kitab Suci/Pustaka Suci Hindu di Bali, berupa Lontar-Lontar, antara lain “Pawarah Ida Bhagawan Agastya, ada tiga hal perbuatan yang akan mendapatkan/memperoleh Sorga, yaitu: Tapa, Yadnya dan Kirti. Tapa adalah mengekang hawa nafsu dasendrya. Yadnya adalah upacara-upakara, tiada lain menjalankan sraddha dan bhakti kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi-Nya termasuk kepada para leluhur (tarmalupeng pitra puja), dan Kirti adalah kemauan umat dalam hal ini Keluarga Besar Kerama SDHD Banjar Tangerang Selatan dalam usaha membangun Temat Suci/Khayangan beserta sarana prasarana di dalam kehidupan ini untuk mewujudkan suasana kondusif dalam berkeluarga menyama braya dan bermasyarakat agar memperoleh kebahagiaan lahir bathin.

Hakekat dari Upacara Ngenteg Linggih adalah  sebagai rangkaian upacara paling akhir dari pelaksanaan upacara mendirikan sebuah pura/parahyangan, secara etimologi ngenteg berarti menetapkan –linggih  berarti  menobatkan/mensthanakan. Upacara inti dalam Ngenteg Linggih  adalah  Upacara   Mendem   Pedagingansetelah  upacara Pamelaspasan dan Suddha   Bhumi  akan  dilaksanakan  upacara   Mendem Pedagingan, sebagai lambang singgasana Hyang Widhi yang disthanakan, dalam wujud Purusa atau Akasa yaitu unsur kebahagiaan agar senantiasa bersatu dengan Pertiwi atau Predana yaitu unsur kesejahteraan, yang selanjutnya dijadikan tegak Piodalan dan diyakini oleh seluruh umat bahwa Ida Sang Hyang Widhi akan senantiasa memberikan waranugraha berupa kebahagiaan dan kesejahteraan maupun perlindungan bagi umat pemuja- Nya.

Menyimak dan memahami penjelasan tentang hakekat Yadnya tersebut, rasanya tidak salah saya mengamati semangat dan kebersamaan semeton Krama SDHD Banjar Tangerang Selatan dalam menjalankan Yadnya.  Hal ini terbukti dari kebersamaan masyarakat Krama Banjar Tangerang Selatan dan wilayah sekitarnya terlihat dengan sangat jelas terutama di dalam kebersamaan melaksanakan.

pembangunan khayangan suci Parahyangan Jagat Guru yang terdiri dari Panca Lingga dan bangunan lainnya seperti tembok penyengker dan Candi Kurung (Kori Agung) yang merupakan persyaratan utama untuk dapat dilaksanakannya upacara ngenteg linggih, dalam wakltu yang tidak terlalu lama, tahap demi tahap dapat terselesaikan dengan baik.

Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi WaÇa dan sesuai Surat Keputusan No. KEP/01/SDHD/TANGSEL/III/2014, tertanggal 23 Maret 2014, kami Panitia Ngenteg Linggih Parahyangan Jagat Guru, mendapat manadat untuk melaksanakan serangkaian kegiatan Upacara Melaspas dan Ngenteg Linggih dengan mengambil tingkatan Upakara sederhana yakni “Mekebat Daun”   atau dalam struktur upekaranya disebut  Madhyaning Madhyama. Hal ini Juga didasarkan atas kemampuan masyarakat Banjar Tangerang selatan yang dimiliki.

Semua rangkaian upacara dan upakara berdasarkan tuntunan dari Yjamana Karya, Ida Pedanda Nabe Gede Putra Sidemen , Griya Ciledug-Tangerang dan juga beliau sebagai Dharma Upapati wilayah Provinsi Banten  Giriya Ciledug-Tangerang.

Beberapa hari setelah upacara Ritual Agama (Ngenteg Linggih) dilaksanakan maka pada tanggal 21 Oktober 2014 dilakukan Upacara Seremonial, yakni Peresmian secara Protokoler Parahyangan Jagat Guru SDHD Banjar Tangerang Selatan yang ditandai dengan Penandatanganan Prasasti oleh Wali kota Tangerang Selatan Ibu Hj. Airin Rachmi Diany, SH,MH.

Dengan berakhirnya ehedan karya di atas, selesailah sudah prosesi upacara Karya Ngenteg Linggih Parahyangan Jagad Guru dan selanjutnya masyarakat/krama SDHD Banjar Tangerang Selatan, akan selalu mengadakan (melakukan) Upacara Piodalan pada Parahyangan Jagat Guru pada setiap Minggu/Redite Umanis, Wuku Ukir, (manis Tumpek Landep), dengan Pengacian (Piodalan) bejalan sesuai dengan sastra Agama, dan dilaksanakan nista madya utama sesuai dengan perareman juga di lakukan enem sasih apisan alit, enam sasih apisan ageng (Piodalan Alit- Piodalan Alit – Piodalan Ageng).

 

KETUA SUKA DUKA  BANJAR  TANGERANG SELATAN

Ketua Banjar : Nyoman Subamya
No Hp  : 0811-9824886
Email   : –

Nama Pura : Parahyangan Jagat Guru
    Alamat : Nusa Loka, BSD City, Serpong, Sektor 14 – 6, Rw. Mekar Jaya, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten 15310.