PHDI Banten

AGAMA DAN KEHIDUPAN

Penduduk dunia pada saat ini diperkirakan berjumlah 7 miliar orang. Dari jumlah tersebut ada yang beragama dan ada yang tidak. Penduduk yang beragama juga menganut agama yang berbeda-beda, ada yang beragama Kristen, Islam, Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan. Karena penulis beragama Hindu, izinkan penulis berbagi pemahaman pribadi mengenai agama Hindu ke hadapan umat se-Dharma dan mohon kritik atau saran sebagai bahan penyempurnaan.

Dalam diskusi-diskusi yang bertajuk keagamaan di masyarakat, penulis sering mendapat/mendengar jawaban yang fasih dari orang-orang yang ditanya mengenai agama yang dianutnya. Tetapi begitu pertanyaan diarahkan pada hal yang lebih substantif, misalnya mengenai makna agama, banyak yang tidak bisa memberi jawaban memadai. Untuk

mengulas hal tersebut, sebaiknya kita masuk pada substansi dari judul tulisan ini.

I). APAKAH MAKNA AGAMA?

Swami Vivekananda (seorang tokoh suci Hindu) yang membumikan nilai-nilai Sanata Dharma (Hindu) di bumi Amerika dan Eropa, menyatakan bahwa agama adalah: tuntunan kehidupan yang mengangkat seseorang yang buas menjadi manusia dan manusia

menjadi Tuhan.

Apa yang dimaksud dengan:

  1. Tuntunan Kehidupan

Tuntunan kehidupan adalah pengetahuan tentang nilai-nilai dharma yang bersumber dari

Sabda Suci TUHAN yang didengar oleh para maha Rsi dan disusun menjadi “Pustaka Suci Veda.”

Aspek pengetahuan dalam Pustaka Suci VEDA meliputi: pengetahuan Para Widya dan Apara Widya. Para Widya disebut sebagai pengetahuan yang lebih tinggi. yaitu pengetahuan mengenai aspek-aspek KEJIWAAN (PURUSA). Apara Widya disebut sebagai pengetahuan yang lebih rendah, yaitu pengetahuan mengenai aspek-aspek kebendaan (PRADANA).

  1. Yang mengangkat seseorang yang buas

Yang mengangkat seseorang yang buas, adalah yang membangun moral (budi pekerti)

seseorang yang berjiwa kerdil dan biadab (DENAWA).

  1. Menjadi Manusia

Menjadi manusia adalah menjadi orang yang berjiwa adil dan beradab (Manawa).

  1. Manusia menjadi Tuhan

Manusia menjadi Tuhan adalah terbebasnya jiwa dari ikatan duniawi sehingga jiwa (Atman) bisa bersatu kembali dengan Brahman atau mencapai kebahagiaan abadi (Dewata). Jadi agama adalah sebagai penuntun kehidupan manusia dalam upaya mencapai keabadian (Sanathana Dharma), bukan sebagai alat untuk meraih kekuasaan.

II). APA MAKNA KEHIDUPAN?

Panca Sraddha: BRAHMAN – ATMAN – KARMAN – PUNARBHAWA – MOKSAH, adalah

merupakan keyakinan dasar agama Hindu.

PUNARBHAWA mengandung makna: bahwa jiwa-jiwa yang belum terbebaskan dari ikatan duniawi, mengalami kelahiran kembali ke dunia Samsara (kehidupan dunia yang selalu berubah/dunia fana) untuk menjalankan karma, melakukan penyempurnaan diri menuju yang Maha Sempurna (kebahagiaan abadi).

Evolusi proses karma penyempurnaan menuju yang maha sempurna (kebahagiaan abadi) dillustrasikan dalam sebuah lambang yang disebut SWASTIKA.

Secara etimologi, SWASTIKA artinya KEBAHAGIAAN, yang menggambarkan kerangka

proses karma kehidupan dunia fana menuju alam keabadian (lihat gambar).

Penjelasan:

  1. Garis vertikal (tegak) merepresentasikan aspek PURUSA (jiwa) yang bersifat metafisik dan abadi (SAT – CHIT ANANDA).
  2. Garis horizontal (datar) merepresentasikan aspek PRADANA (kebendaan) yang

bersifat fisik dan tidak abadi (UTPETI-STITI-PRALINA).

  1. Perpaduan garis vertikal dengan garis horizontal merepresentasikan SAMSARA (KEHIDUPAN DUNIA YANG SELALU BERUBAH/DUNIA FANA).
  2. Empat kwadran ruang (1-2-3-4) sebagai representasi:

                       ○   CATUR YUGA: KERTA YUGA (1.728.000 tahun)- TRETA YUGA (1.296.000

tahun) – DWI PARA YUGA (864.000 tahun) – KALI YUGA (432.000 tahun).

Satu Siklus CATUR YUGA disebut satu KALPA (4.320.000 tahun).

○   CATUR PURUSA ARTHA: DHARMA – ARTHA – KAMA – MOKSAH. ○       CATUR ASRAMA: BRAHMACARI – GREHASTA – WANAPRASTA – BHIKSUKA ○       CATUR WARNA: BRAHMANA – KESATRIA – WESYA – SUDRA.

○   CATUR MARGA: JNANA MARGA – RAJA MARGA – BHAKTI MARGA – KARMA MARGA.

  1. Tekukan simetris 90° pada setiap ujung garis vertikal maupun horizontal sebagai representasi keselarasan evolusi proses karma kehidupan di alam fana (alam ketidakabadian). Kwalifikasi sifat karma dan akibat penyertanya dibagi dalam dua kategori: DHARMA dan ADHARMA.

                       ○                  Sifat DHARMA akan menuntun manusia menuju pada kebahagiaan abadi

(moksah).

○ Sifat ADHARMA akan membawa manusia turun kembali ke dunia-fana (PUNARBHAWA), menjalani evolusi proses karma untuk tujuan

penyempurnaan diri.

Kualifikasi sifat Dharma yang paling utama sebagai penuntun menuju keabadian adalah kecerdasan budi (budi pekerti/moral). Referensi keutamaan kecerdasan budi (budi

pekerti/moral) terungkap dalam:

  1. Doa Maha Mantram (Gayatri Mantram) Kutipan terjemahan doa Maha Mantram:

“Ya Tuhan yang menguasai ketiga dunia, Engkau Maha Suci, sumber segala cahaya dan kehidupan. Berikanlah budi nurani hamba penerangan sinar suci-Mu yang Maha Suci“.

  1. Katha Upanishad 1.3.9:

Badan jasmani diumpamakan sebagai kereta, indria sebagai kuda penarik kereta, pikiran sebagai tali kendali, budi sebagai kusir kereta, dan jiwa (Atman) sebagai

pemilik kereta.

  1. Kerangka Dasar:

Kerangka dasar diibaratkan sebagai sebuah telur:

               ◦    Kulit telur sebagai representasi upacara (cara mendekatkan).

               ◦   Putih telur sebagai presentasi etika/susila/budi/moral.

               ◦    Kuning telur sebagai representasi tattwa/intelektual.

  1. Pernyataan seorang tokoh dunia:

Seorang filsuf Yunani kuno yang bernama Aristoteles mengatakan bahwa ada dua etika keutamaan: etika moral dan intelektual. Dari dua etika keutamaan yang dimaksud, dia menyatakan bahwa etika moral atau kecerdasan budi adalah yang pertama dan utama, karena etika moral atau kecerdasan budi hanya bisa dibangun melalui praktik, sedangkan etika intelektual seperti memahami matematika bisa diperoleh melalui proses belajar. Agama Hindu sudah ribuan tahun sebelum Aristoteles memahami etika moral atau kecerdasan budi sebagai etika utama, Pustaka Suci Veda sudah memberi tuntunan cara membangun etika moral dan intelektual melalui sebuah piranti yang disebut kerangka dasar: upacara-etika-tattwa. Upacara (cara mendekatkan) adalah merupakan media praktik pembangun kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional/budi pekerti, dan kecerdasan intelektual.

  • Upacara Dewa Yadnya

Mendekatkan diri dengan Tuhan melalui upacara Dewa Yadnya, sebagai upaya penguatan kecerdasan spiritual yang mewujud sebagai jiwa yang pengasih dan penyayang.

  • Upacara Manusa Yadnya

Mendekatkan diri dengan sesama melalui upacara Manusa Yadnya, sebagai upaya penguatan kecerdasan emosional/budi yang mewujud dalam perilaku

“saling asah – saling asih – saling asuh”.

  • Upacara Bhuta Yadnya

Mendekatkan diri dengan alam melalui upacara Bhuta Yadnya, sebagai upaya penguatan kecerdasan intelektual yang membangun rasa tanggung jawab atas kewajiban menjaga dan merawat kelestarian alam.

Keselarasan kecerdasan: spiritual, emosional/budi, dan intelektual (TRI HITA KARANA) adalah merupakan penyebab terwujudnya kebahagiaan dunia menuju kebahagiaan abadi (MOKSAH).

  • Sesaji/banten sebagai persembahan

Setiap upacara pasti disertai dengan sesaji/banten sebagai persembahan.

Unsur sesaji/banten terdiri dari empat unsur alam: patram (daun), puspam (bunga), palam (buah) dan toyam (air). Tuhan yang memiliki sifat: Wiapi Wiapaka Nirwikalpa dan Maha Pengasih serta Penyayang, tentunya sudah bebas dari keterikatan dari hal-hal yang bersifat keduniawian. Semua unsur alam dalam sesaji/banten adalah merupakan simbolisasi dari kebutuhan dasar hidup seluruh makhluk hidup ciptaan-Nya yang harus disadari, diperhatikan dan dijaga kelestariannya oleh manusia sebagai makhluk yang dikaruniai Tri Pramana (Sabda – Bayu – Idep).

  • Unsur patram (daun) merupakan simbolisasi dari oksigen yang dihasilkan oleh pepohonan sebagai kebutuhan dasar hidup seluruh makhluk hidup untuk bernafas.
  • Unsur puspam (bunga) merupakan simbolisasi dari cinta kasih sayang sebagai kebutuhan dasar jiwa untuk membangun peradaban (khusus

untuk manusia).

  • Unsur palam (buah) merupakan simbolisasi dari makanan sebagai kebutuhan dasar hidup untuk membangun badan.
  • Unsur toyam (air) merupakan   simbolisasi    dari     minuman sebagai

kebutuhan dasar untuk merawat badan.

Sesaji/banten sebagai persembahan pada setiap upacara sebaiknya tidak hanya dinilai dari aspek yang bersifat fisik semata, tetapi lebih pada aspek spiritualnya sebagai pembangkit kesadaran jiwa (jiwa yang adil dan beradab). Manusia yang berjiwa adil dan beradab (sila kedua dari Pancasila) senantiasa akan berupaya memenuhi panggilan jiwanya untuk bertanggungjawab atas

kewajiban (bukan hak) melakukan hal-hal sebagai berikut:

  • Selalu bersyukur dan berterima kasih kepada SANG PEMBERI KEHIDUPAN (TUHAN) yang telah menganugerahkan semua kebutuhan

dasar hidup yang berlimpah dan gratis.

  • Menjalani kehidupan secara inklusif (bukan eksklusif) yang dilandasi oleh

                                             spirit    MAHA    WAKWYA:   TAT    TWAM    ASI    dan                             VASU   DAIVA

KUTUMBHAKAM.

  • Menjaga dan     merawat       seluruh         ciptaan-Nya dengan         penuh rasa

tanggung-jawab dan kasih sayang.

UNTUK MENJADI RENUNGAN BERSAMA:

TUHAN   sudah   menganugerahkan   seluruh   kebutuhan   dasar   hidup              (azazi)           makhluk

ciptaan-Nya dengan berlimpah dan gratis, serta keyakinan akan hukum karma, apabila terjadi hal-hal yang tidak berkenan dalam kehidupan, kata-kata apa yang muncul dalam benak atau ucapan, HAK atau KEWAJIBAN?

Dari penjelasan di atas, penulis berkesimpulan bahwa kehidupan adalah keadaan hidup yang merupakan hasil dari proses evolusi karma. Atas pemahaman akan makna agama dan makna kehidupan, semoga kehidupan ini menjadi lebih bermakna dalam mewujudkan loka samgraha. Semoga semua makhluk berbahagia. Om santih santih santih om.

Cilegon, 22 Mei 2022 1 Ketut Siarta

Berita Media Hindu edisi 203 Maret 2021 mengenai: Liputan Rapat Koordinasi Pejabat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dengan tokoh-tokoh umat Hindu. Rapat menyepakati 9 poin “Rumusan Moderasi beragama Umat Hindu Indonesia” yaitu:

poin nomor 5 berbunyi: umat Hindu berkewajiban menjaga keseimbangan 3 kerangka dasar agama Hindu yaitu: TATTWA (filsafat/hakikat kebenaran), SUSILA (etika dalam hidup dan

perilaku), ACARA (ritual praktek keagamaan).

Ketiganya merupakan aspek dasar yang merupakan kesatuan integral dan saling terkait. Jika dijalankan secara seimbang akan menemukan kebenaran (satyam), menghasilkan perilaku mulia (siwam) dan diekspresikan ke dalam ritual yang indah (sundaram).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *